HARIANPPU.ID, Samarinda – Komisi II DPRD Kaltim menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kelompok Tani Sejahtera (KTS) dan PT Budi Duta Agro Makmur (BDAM), Senin (2/6), di Gedung DPRD Kaltim, Samarinda. Rapat ini merupakan respons atas permintaan mediasi yang diajukan kelompok tani terkait sengketa lahan dengan perusahaan perkebunan tersebut.
Dalam rapat yang dipimpin langsung oleh Sabaruddin Panrecalle, Ketua Komisi II DPRD Kaltim, bersama Sapto Setyo Pramono, Wakil Ketua Komisi II, terungkap dua pokok persoalan yang menjadi sumber konflik antara masyarakat dan PT BDAM.
Pertama, terkait kewajiban perusahaan dalam penyediaan lahan kebun plasma seluas 20 persen dari total izin Hak Guna Usaha (HGU) yang hingga kini belum direalisasikan.
“Penyediaan kebun plasma merupakan kewajiban perusahaan dalam pola kemitraan. Ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar,” ujar Sabaruddin.
Kedua, dugaan penggusuran lahan milik petani di Kecamatan Loa Kulu oleh PT BDAM. Warga menuding perusahaan menyerobot lahan dan merusak tanaman yang menjadi sumber penghidupan mereka.
“Perusahaan beralasan kegiatan dilakukan di dalam kawasan HGU yang sah. Namun masyarakat menilai itu melanggar hak mereka. Ini memicu ketegangan dan konflik agraria di lapangan,” bebernya.
Disisi lain, Sapto Setyo Pramono, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, menyoroti lambannya penyelesaian persoalan yang sudah berlangsung cukup lama tersebut. Ia menyayangkan ketidakhadiran pihak Dinas Perkebunan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), padahal konflik terjadi di wilayah Kukar.
“Seharusnya Pemkab Kukar lebih proaktif. Ketidakhadiran mereka menunjukkan kurangnya kepedulian terhadap konflik di wilayahnya,” tegas Sapto.
Dalam rapat tersebut, Komisi II belum dapat menyimpulkan hasil akhir karena berita acara belum ditandatangani oleh seluruh pihak, termasuk perwakilan perusahaan. DPRD Kaltim meminta PT BDAM menunjukkan itikad baik dengan memberikan klarifikasi dan data lengkap dalam waktu dua hari ke depan.
Selain itu, DPRD juga meminta Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN)/ATR untuk menyerahkan dokumen perizinan dan peta lokasi HGU milik PT BDAM sejak tahun 1981 hingga sekarang. Validasi data dinilai krusial dalam proses pengambilan keputusan.
Komisi II DPRD Kaltim menetapkan waktu penyelesaian konflik ini selama satu bulan setengah, yang meliputi pengumpulan data, klarifikasi, serta kunjungan lapangan. DPRD juga menekankan pentingnya menyelesaikan persoalan ini secara objektif, tanpa intervensi pihak ketiga yang ingin memanfaatkan situasi.
“Jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan dari PT BDAM, kami tidak segan mengambil langkah tegas, termasuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menertibkan seluruh HGU bermasalah di Kalimantan Timur,” pungkas Sapto. (H/Adv)