HARIANPPU.ID, PENAJAM- Kasus tertunggaknya gaji 50 karyawan PT Satu Solid Indonesia (SSI) mengungkap tantangan serius dalam perlindungan tenaga kerja di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Selama lima bulan terakhir, para pekerja outsourcing di bidang keamanan ini tak menerima upah, dan lebih dari itu, menghadapi pemotongan gaji yang dinilai sepihak ketika mengambil cuti atau sakit.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) PPU, Marjani, menyoroti pentingnya kepatuhan perusahaan terhadap regulasi pemerintah, khususnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
“Ini bukan hanya soal tertunggaknya gaji, tetapi tentang keadilan bagi pekerja yang telah menjalankan tanggung jawabnya. Tidak ada alasan bagi perusahaan untuk melanggar perjanjian kerja,” ujar Marjani, Selasa (19/11/2024).
Namun, kasus PT SSI ini mencerminkan masalah yang lebih luas. Banyak perusahaan di PPU yang tampaknya belum sepenuhnya memahami atau mematuhi peraturan ketenagakerjaan. Disnakertrans PPU bahkan telah mengeluarkan surat peringatan kepada ratusan perusahaan lain di wilayah Benuo Taka untuk mengingatkan tanggung jawab mereka terhadap karyawan.
“Pelanggaran seperti ini bisa berujung pada penurunan moral pekerja dan krisis kepercayaan terhadap dunia usaha. Perusahaan yang tidak mematuhi aturan tidak hanya merugikan pekerja tetapi juga mencoreng citra investasi di daerah ini,” kata Marjani.
Dalam konteks pembangunan ekonomi PPU, kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang seberapa siap pemerintah daerah dan otoritas terkait dalam memastikan hak-hak buruh terpenuhi. Di tengah upaya menarik investor, pelanggaran seperti ini dapat menjadi preseden buruk bagi perusahaan lain yang beroperasi di wilayah tersebut.
Menurut para pekerja, tertundanya pembayaran gaji telah berdampak signifikan pada kehidupan sehari-hari mereka, dari kebutuhan dasar hingga kewajiban finansial lainnya. “Kami hanya ingin mendapatkan hak kami sesuai perjanjian. Ini soal bertahan hidup, bukan sekadar angka di atas kertas,” ujar salah satu karyawan yang enggan disebutkan namanya.
Dengan belum adanya tanggapan dari pihak perusahaan, pekerja kini menghadapi ketidakpastian yang semakin membebani. Jika permasalahan ini tidak segera diselesaikan, bukan tidak mungkin gelombang tuntutan hukum akan muncul, membawa implikasi hukum dan reputasi bagi PT SSI.
Kasus ini menggarisbawahi perlunya sinergi lebih kuat antara pemerintah, perusahaan, dan pekerja untuk menciptakan ekosistem kerja yang adil dan produktif. Perlindungan tenaga kerja bukan hanya tentang memenuhi aturan, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang berkelanjutan di tengah perkembangan ekonomi yang pesat. (ADVERTORIAL)